Pengulangan Perintah Bakti Pada Orang Tua Dalam Al-Qur’an
Pengulangan
Perintah Bakti Pada Orang Tua Dalam Al-Qur’an
Assalamualaikum, wr. wb
Masih
ingatkah kita akan kisah Alqamah? Seorang sahabat Rasulullah yang rajin
beribadah (‘abid). Tapi di akhir hayatnya ia kesulitan mengucapkan dua
kalimat syahadat.
Alkisah,
istri Alqamah menitip pesan kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasul, aku mengadu kepadamu perihal
suamiku. Sesungguhnya ia sekarang dalam naza’ (akan dicabut ruhnya).” Tanpa berlama-lama
Rasulullah SAW mengutus Ammar bin Yasir, Shuhaib al-Rumi dan Bilal bin Rabah ra.
untuk menjenguk Alqamah seraya berkata “Pergilah ke rumah Alqamah dan talqin-lah!”
Ketika sampai disana, mereka benar-benar heran. Bagaimana
seseorang yang rajin beribadah seperti Alqamah tak mampu mengucap dua kalimat syahadat di akhir hayatnya, padahal
mereka sudah menuntunya berkali-kali? Saat dipertanyakan apakah Alqamah mempunyai anggota
keluarga lain selain istrinya, seseorang memberitahukan bahwa Alqamah mempunyai seorang ibu
yang sudah lanjut usia dan tinggal sendiri di rumah yang jauh dari rumah
anaknya.
Setelah itu, ketiga sahabat Nabi SAW tersebut datang menuju
Rasulullah dan mengadukan segala hal yang terjadi di rumah Alqamah. Setelah
Rasulullah mengetahui kabar tentang Ibu Alqamah, Rasulullah SAW bersabda kepada
ketiga sahabat tersebut, “Sampaikan kepada ibu Alqamah. Jika dia masih
mampu untuk berjalan. Maka bersualah
dengan Rasulullah. Jika tidak, berdiamlah di tempat biarkan Rasulullah saja
yang datang menemui.”
Setelah pesan itu
disampaikan. Dengan segala kearifan Ibu Alqamah membalas
pesan tersebut seperti demikian, “Aku yang lebih pantas untuk menghadap Rasulullah.” Kemudian
dia pun pergi menemui Rasulullah SAW dengan membawa tongkat sebagai alat bantu
berjalan.
Setelah
menghadap Rasulullah SAW, Ibu Alqamah mengungkapkan jika ia marah terhadap
anaknya tersebut. Dulu ketika dia jauh-jauh berkunjung ke rumah sang anak. Anaknya
memperlakukan istrinya lebih dari sang ibu dalam hal memberi hadiah pakaian
ataupun makanan. Bukan berarti Alqamah adalah anak durhaka. Tetapi ibunya merasa Alqamah kurang
berbakti kepada dirinya.
Dan itulah yang
menjadi sebab Alqamah kesulitan dalam mengucapkan dua kalimat syahadat, ketika dalam
keadaan naza’ sampai sekarang.
Dari kisah
diatas kita, dapat mengetahui bahwa sedikit saja kita melakukan kesalahan
kepada orang tua terutama ibu dan tidak meridhoi atas kesalahan yang kita
perbuat. Maka, Allah-pun tidak akan ridho kepada kita.
Abuya Agus H.
Abdul Mun’im Syadzili. Menyampaikan kisah tersebut seraya menjelaskan tentang perintah
berbakti kepada orang tua. Yang mana perintah tersebut sering kali diulang-ulang
didalam Al-Qur’an. Beliau mengutip ayat 83 dalam surat Al-Baqarah :
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَٰقَ بَنِىٓ
إِسْرَٰٓءِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَانًۭا
“Dan (ingatlah) ketika Kami
mengambil janji dari Bani Israil, ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan kepada
kedua orang tua hendaklah berbuat-baik’.”…. (QS. Al-Baqarah: 83)
Kemudian diulangi lagi
perintah itu dalam surat An-Nisa ayat 36:
وَٱعْبُدُوا۟ٱللَّه
وَلَاتُشْرِكُو ۦ۟بِه شَيْـئاً ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إحْسَٰنًا
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan kepada
kedua orang tua hendaklah kamu berbuat baik …” (QS. An-Nisa: 36)
Bahkan diulangi lagi perintah ini
dalam surat Al-An’am ayat 151 dengan konteks berbeda:
قُلْ تَعَالَوْا۟ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ
أَلَّا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا
“Katakanlah
(Muhammad) ‘Kemarilah kubacakan padamu apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua orang tua…’.” (QS. Al-An’am : 151)
Dalam ayat tersebut Rasulullah
diperintah untuk menyebutkan hal-hal apa saja yang menjadi larangan dari Allah.
Namun mengapa berbakti pada orang tua termasuk dalam bagian ayat ini? Padahal lanjutan
dari potongan ayat tersebut seluruhnya berbentuk larangan. Dalam kajian tafsir,
Abuya menyebutkan bahwa, makna dari kalimat وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ
إِحْسَٰنًا dalam ayat itu bukan termasuk larangan. Melainkan peringatan
bahwa sebanyak apapun seseorang beribadah atau sekuat apapun seseorang menjauhi
larangan. Maka hal itu akan menjadi sia-sia apabila kita tidak berbakti kepada orang
tua.
Pengulangan-pengulangan ini membuktikan bahwa
betapa pentingnya kita dalam berbakti kepada kedua orang tua. Sebagaimana kisah
Alqamah ra. seorang
sahabat Rasulullah SAW yang mendapat kesulitan di akhir hayatnya karena
menyakiti perasaan ibunya.
Abuya juga memberikan penjelasan bahwa
kemuliaan seorang anak terlihat dari bagaimana cara anak tersebut berbakti
kepada orang tua.
Sebagai contoh Al-Habib Ali Al-Habsyi di masa
setelah wafatnya beliau, ada seorang wali dari makkah yang mendengar berita itu,
kemudian berdoa. “Ya Allah berikanlah pangkat Habib Ali kepada saya” kemudian
terdengar suara dari langit “Tidak seorang-pun pantas menerima pangkat dari
(Al-Habib) Ali Al-Habsyi.”
Apa yang menjadi sebab betapa mulianya
Al-Habib Ali Al-Habsyi? Sampai tidak ada seorangpun sepeninggal beliau yang
pantas menerima pangkat beliau.
Disebutkan bahwa semasa hidupnya, Al-Habib
Ali Al-Habsyi sangat berbakti kepada orang tuanya. Hingga beliau berkata “Dari
seluruh harta benda ini, semuanya adalah milik orang tuaku.”
Maka alangkah baiknya jika kita sebagai
seorang anak sekaligus santri mampu mempertanggung jawabkan ilmu yang telah
dimiliki dan tak lupa, untuk selalu berusaha semaksimal mungkin dalam berbakti
kepada orang tua. Agar kelak mendapat kemuliaan disisi Allah SWT. Amien…
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Salam Ta’dhzim Kami,
Santripasir Media Creative
(Journalist Team)
17 September 2020 M / 28 Muharram 1442 H
Sumberpasir, Pakis, Malang.
Tags : Artikel
Posting Komentar